Wednesday, April 21, 2004

Hari Kartini dan tentang perempuan Bandung

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tiap tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Raden Ajeng Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia. Kartini memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang sama seperti kaum lelaki. Kartini memberikan pengajaran kepada kaum perempuan dengan mendirikan sekolah khusus kaum perempuan di Jepara, Jawa Tengah.

Sebenarnya tokoh emansipasi wanita Indonesia bukan hanya Kartini. Selain Kartini ada juga tokoh emansipasi wanita yang lain, yaitu Raden Dewi Sartika. Beliau mendirikan sekolah dan memberikan pengajaran khusus kaum perempuan di Bandung, Jawa Barat.

Kartini dan Dewi Sartika sama-sama memperjuangkan kesetaraan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Bedanya mungkin dalam hal kehidupan pribadi mereka, Dewi Sartika menikah dengan pria pilihannya sendiri sedangkan Kartini dijodohkan oleh kedua orangtuanya.

Merupakan hal yang menarik melihat tingkat kebebasan yang dimiliki kaum perempuan Bandung sejak jaman baheula. Kita tentu ingat dengan Ibu Inggit Garnasih, perempuan yang meminta cerai kepada suaminya untuk menikah dengan Bung Karno, pemuda yang indekost di rumah tinggalnya. Inggit, sebagaimana perempuan lain, tentu kagum dengan kecermerlangan Soekarno muda. Sementara itu, Soekarno terpesona dengan kehalusan dan kemajuan berpikir Inggit. Adalah wajar bila dua orang yang saling jatuh cinta kemudian menikah.

Perempuan Bandung selalu memilih calon suaminya dengan penuh kebebasan. Jarang ada kisah perjodohan yang dipaksakan oleh orangtua seperti kisah Siti Nurbaya. Tapi dalam memilih suami, biasanya perempuan Bandung cenderung matre. Mereka memilih kemapanan. Tiga B (bobot, bibit dan bebet) mereka pegang erat. Mengesalkan memang, perempuan Bandung umumnya tidak suka pria yang urakan dan hidupnya tidak karuan *kaya gw jaman kuliah*. Mereka cenderung memilih yang mapan secara ekonomi.

Lalu kemudian, kebebasan yang dimiliki oleh perempuan Bandung itu ada bagian yang negatifnya. Seperti tingkat pergaulan bebas perempuan muda Bandung. Buat yang pernah tinggal di Bandung cukup lama atau sering main ke Bandung, tentu tidak asing dengan istilah-istilah seperti gongli atau bondon. Istilah yang diperuntukan bagi gadis-gadis muda dengan perilaku seks yang bebas.

Kebebasan perempuan Bandung yang tinggi membuat tingkat perceraian yang cukup tinggi. Walaupun bercerai, jarang yang hidup susah setelah ditinggal suaminya. Dengan mudah mereka mendapatkan suami baru sesuai pilihannya. Meski demikian, perempuan Bandung tidak masuk kategori perempuan yang pandai memberikan kehangatan. Kalah pamor dengan gadis Singkawang atau Kuningan, misalnya. Tapi kalo diajak ngobrol, perempuan Bandung itu asyik banget. Mereka selalu antusias mendengarkan apa pun topik yang kita bicarakan. Mereka itu ramah-ramah dan menyenangkan, seringkali para lelaki dibuat ge'er karenanya huehehehhheh *mentertawakan diri sendiri*.

Buat para perempuan Bandung, bener ga kaya gitu? Hasil studi empiris gw selama SMA dan kuliah di Bandung sih kaya gitu :D

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

disposable-hero.blogspot.com is very informative. The article is very professionally written. I enjoy reading disposable-hero.blogspot.com every day.
instant loans
payday advance

08:55:00  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home